Langit malam ini terlihat cerah, sekumpulan bintang tampak indah menghiasi angkasa. Lantunan takbir terdengar bersahut-sahutan dari masjid ke masjid menambah meriah suasana malam ini. Malam ini adalah malam istimewa bagi umat islam karena sebagai moment wisuda setelah 30 hari lamanya ditempa training ramadhan. Moment wisuda tersebut dinamakan ‘Idul fitri atau lebaran. Orang jawa menyebutnya “Ngidul Fitri” bukan “Ngalor Fitri” hehe. Idul Fitri termasuk salah satu hari besar bagi umat islam. Layaknya hari bersejarah suatu bangsa yang tiap tahunnya selalu dirayakan dengan upacara penghormatan. Idul fitri juga selalu dirayakan dengan meriah setiap tahunnya. Perayaannya pun berbeda-beda tiap daerah. Di kampung saya biasanya dirayakan dengan beramai-ramai menabuh petasan dengan berbagai ukuran mulai dari size XS (sekecil kabel charger) sampai size XXL (segede ember cat dinding). Setelah Isya para warga yang mampu berkunjung ke tetangga dan saudaranya yang kurang mampu untuk berbagi zakat fitrah, sedangkan para remaja memadati masjid untuk mengumandangkan takbir sambil diiringi tabuhan Bedhuk dan Kenthongan sampai menjelang adzan shubuh. Dilanjutkan pagi harinya dengan bersilaturrahmi bersama ke rumah-rumah warga.
Semua perayaan itu semata-mata
sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT karena kita telah dapat merampungkan
tempaan-tempaan ukhrawi selama bulan ramadhan. Sebagaimana firman Allah dalam
QS Albaqarah:185 “…..Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
Lantunan takbir sepanjang
malam hari raya idul fitri menjadi bagian tak terpisahkan dalam perayaan
tersebut. Karena Nabi menganjurkan agar memperbanyak pembacaan takbir di
malam hari raya. Waktu pengumandangan takbir idul fitri hanya dilakukan pada
malam hari raya sampai waktu shalat ied. Berbeda dengan takbir idul adha
yang dilantunkan sampai 3 hari setelahnya.
Lantas, apakah makna dibalik
kalimat Takbir (Allahu Akbar) yang dikumandangkan orang-orang sehingga
suaranya menggema sampai ke pelosok negeri?
Kalimat Takbir (Allahu
Akbar) dalam bahasa arab merupakan bentuk isim tafdhil atau untuk
mengekspresikan perbandingan (comparative maupun superlative). Allahu Akbar
berarti Allah lebih besar (paling besar) dibandingkan segala sesuatu yang ada
di alam semesta ini. Hal ini menunjukkan peng-Agungan terhadap Allah SWT dan secara
otomatis mengecilkan segala pernak-pernik atau masalah dunia seperti pekerjaan,
keluarga, per”jomblo”an dll.
Takbir pada saat perayaan Idul Fitri
menunjukkan pengagungan kita terhadap Allah atas anugerah-anugerahnya selama
bulan Ramadhan. Sehingga umat islam dapat melalui berbagai ujian di dalamya. Begitu
pun pada Idul Adha yang merupakan momentum peringatan keberhasilan Nabi Ibrahim
atas Ujian-ujiannya. "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya
dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu ia menunaikannya (dengan
baik)….” (QS Albaqarah:124).
Peng-Agungan terhadap Allah juga
menunjukkan bahwa Allah menjadi prioritas utama bagi kita diatas segalanya. Itulah
mengapa panggilan untuk mendirikan sholat dimulai dengan takbir. Karena sebagai
pengingat kepada orang-orang bahwa Allah adalah prioritas utama dibandingkan
dengan perkara-perkara duniawi. Sehingga kita harus segera meninggalkan segala
perniaagaan dunia ketika adzan dikumandangkan serta memenuhi panggilan Ilahi
tersebut.
Begitu juga dalam sholat, saat orang
mengucapkan takbir, berarti dia telah mengkoneksikan dirinya hanya kepada
Allah semata, meninggalkan sejenak pikiran-pikiran duniawi yang menyelimuti
kepalanya. Tidak hanya sebatas diucapkan dalam lisan, dalam hatinya juga berikrar
bahwa tidak ada yang lebih penting kecuali hanya Allah. Kekhusyu’an dalam
sholat merupakan perkara yang sulit kita capai. Apalagi jika yang dimaksud
khusyu’ adalah selama sholat pikiran kita 100% hanya fokus kepada Allah. Nabi sendiri
pernah suatu ketika memanjangkan sujud dalam sholatnya. Ketika para sahabat
menanyakannya sesuai sholat, beliau menjawab bahwa cucunya naik di punggungnya
saat beliau sedang sujud.
Saat mengucap takbir, kita
juga harus menyadari bahwa diri kita hanyalah sosok yang kecil sehingga tak pantas
untuk menyombongkan diri. Kekayaan, ketampanan/kecantikan, dan jabatan yang
dimiliki seseorang tak layak untuk membanggakan diri dan meremehkan orang lain.
Semuanya sama di sisi Allah, yang membedakan kemuliaan seseorang dari yang lain
adalah ketaqwaannya. (QS Alhujarat: 13). Kebesaran hanya milik Allah semata. Bukankah
hal seperti itu yang telah diajarkan dalam islam sehingga saat kita lahir
dikumandangkan takbir, pun saat kita meninggal dunia. Ini menunjukkan
bahwa perintah meng-Agungkan Allah dimulai sejak kita hadir di dunia ini sampai
kita dimasukkan dalam liang kubur.
Sayangnya banyak orang yang salah
memaknai arti takbir. Banyak orang yang gemar meneriakkan takbir merasa
kelompoknya punya kuasa, merasa dirinya lebih besar dibandingkan orang lain. Sehingga
takbir yang dia ucapkan dibarengi dengan berperilaku kasar atau merusak
sesuatu. Parahnya lagi, orang-orang yang mengatasnamakan jihad di era modern
ini, dia meneriakkan takbir sebelum membunuh orang-orang yang dianggap
musuh islam. Padahal jika melihat sejarah para mujahid di zaman Nabi dan
Sahabat. Pilihan berperang atau membunuh orang-orang kafir adalah opsi terakhir
setelah tawaran masuk islam secara baik baik kepada mereka. Jika mereka tidak
masuk islam pun tak masalah asalkan mereka tetap membayar jizyah sesuai aturan
negara islam. Barulah perang dilakukan jika kedua opsi tersebut tidak diterima
oleh orang-orang kafir. Pemahaman yang sangat keliru jika seseorang melantunkan
takbir tetapi malah membesarkan dirinya sendiri, bukannya sang Ilahi.
Banyak orang yang gemar mengobral
takbir tetapi tidak mengetahui esensi dari takbir itu sendiri. Hal
tersebut mengakibatkan kalimat takbir terdegradasi kesakralan maknanya. Bahkan
seolah-olah kalimat takbir dijadikan plesetan “take beer” dan sebagai
bahan lelucon. Jika kejadian seperti itu diteruskan, maka akan sangat mencoreng
dan merendahkan nama agama islam di mata agama lain.
Mungkin kemeriahan lebaran tahun ini tidak semeriah tahun sebelumnya karena ancaman covid-19 yang belum berakhir. Saya pun hanya bisa mendengar cerita kemeriahan lebaran di kampung karena jiwa dan raga ini masih tertinggal di perantauan ibukota.
Bukan berarti lantunan takbir
tak bisa dikumandangkan. Suara Takbir masih tetap bisa meng-angkasa
dari rumah-rumah dan masjid-masjid di seluruh penjuru dunia.
Komentar
Posting Komentar