Tamu agung ini sebentar lagi hendak pulang meninggalkan kita. Maklum, sudah 20 hari lebih ia singgah di rumah kita dengan membawa ribuan berkah. Sebagai tuan rumah, sudahkah kita menjamunya dengan baik, atau jamuan kita sama saja seperti tamu-tamu yang biasanya datang. Sudah selayaknya tamu istimewa satu ini mendapatkan suguhan yang mewah. Kita harus memberikan jamuan utama tadarus Alqur’an karena ini menjadi ciri khas sang tamu. Dengan kata lain tamu ini juga mendapat julukan “Syahrul Qur’an” karena pertama kali AlQur’an diturunkan di dalamnya. Tak lupa hidangan pelengkap seperti sholat tarawih, witir, dan tahajud harus kita sajikan di setiap malam yang indah bersamanya.
Ramadhan kali ini sedikit berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya kita sangat disibukkan dengan jadwal
buka bersama. Jadwal bukber kita sangat padat mulai dari bukber dengan teman
sekolah, teman kuliah, teman kantor, dan teman tapi mesra (uupps). Bahkan
smartphone kita sudah penuh dengan notifikasi undangan buka puasa bersama. Memang
acara bukber itu sangat mengasyikkan karena sebagai ajang reuni dengan
teman-teman lama. Bercengkrama menanyakan pekerjaan, status keluarga, bercerita
pengalaman menarik selama sekolah atau kuliah. Saking asyiknya momen tersebut, kadang
tidak terasa bisa berlangsung berjam-jam bahkan sampai selepas isya dan
melewatkan sholat taraweh berjamaah di masjid.
Mungkin itu salah satu momen
keindahan bulan ramadhan di tahun-tahun yang telah berlalu sebelum pasukan
covid-19 menyerang. Ramadhan tahun ini terasa spesial karena tidak ada bukber (kalaupun
ada ya secara virtual), masjid juga sepi karena tidak ada tarawih berjamaah
ataupun tadarus alqur’an. Pemerintah maupun MUI masih menghimbau umat islam untuk
melakukan ibadah di rumah saja.
Pada saat ini segala sesuatunya serba
dilakukan dalam rumah. Sudah sebulan lebih keadaan seperti ini berlangsung.
Sebagian orang mungkin sudah merasa jenuh dan bosan karena di rumah terus. Apalagi
untuk anak-anak kost yang hidupnya tidak lebih dari ruangan 3x4. Tingkat
kejenuhannya bisa berkuadrat. Sehingga sangat diperlukan kegiatan-kegiatan
positif yang dapat mengurangi kejenuhan tersebut. Misalnya dengan membaca buku,
main game, mendengarkan kajian dan motivasi. Yang terpenting adalah untuk
selalu berpikir positif karena segala sesuatu berawal dari pikiran. Jika tidak
bisa mengatur pikiran dengan baik, nanti bisa berbahaya untuk kesehatan fisik
dan mental.
Ujian dan godaan berpuasa di tengah pandemi ini menjadi lebih berat. Selain menahan lapar dahaga, kita juga harus menjaga diri dari ancaman penyakit serta menahan kejenuhan yang melanda. Di zaman Nabi, umat islam juga pernah mendapat ujian yang berat di tengah puasa ramadhan karena harus berperang melawan Kafir Quraisy. Peristiwa itu terjadi pada waktu Perang Badar tanggal 17 ramadhan tahun 2 Hijriyah yang merupakan perang besar pertama umat muslim melawan Kafir Quraisy. Namun, hal tersebut tak menghalangi umat islam untuk berjuang keras, dengan berbekal strategi yang jitu dari Rasulullah, meskipun kekuatan pasukannya sangat timpang yaitu 300 orang islam berbanding 1000 orang kafir. Akhirnya Allah memberikan kemenangan yang menakjubkan kepada umat islam.
Bangsa Indonesia sendiri mempunyai
cerita heroik yang terjadi di bulan ramadhan. Pangeran Fatahillah yang
merupakan utusan kerajaan Islam Demak berhasil membalaskan dendam atas kematian
Raja Pati Unus dengan berhasil merebut kota Sunda Kelapa (Jakarta) dari tangan
Portugis. Peristiwa itu terjadi pada 22 ramadhan 933 H. Selanjutnya, pembacaan
naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 juga
bertepatan dengan 9 ramadhan 1364 H. Iklim penjajahan dan tekanan dari bangsa
asing tak menghalangi umat islam indonesia untuk terus berjuang dan berperang meskipun
itu terjadi di kala puasa ramadhan.
Berkaca dari kisah keberhasilan
umat islam menghadapai musuh-musuh di bulan ramadhan. Seharusnya umat islam
sekarang yang sedang berperang melawan musuh tak kasat mata, mampu untuk meraih
kisah sukses serupa. Jika mampu melewatinya dengan baik tentunya akan
mendapatkan pahala yang besar. Karena Allah memberikan ganjaran sesuai kadar
kepayahan dalam melakukannya.
Semua keterbatasan yang ada saat
ini tidak mengurangi semangat kita untuk menjalankan ibadah di bulan mulia ini.
Hanya saja kita harus beradaptasi dengan cara-cara yang baru dan suasana baru
tentunya. Yang biasanya hanya menjadi makmum di masjid, sekarang belajar
mengimami sholat untuk keluarganya di rumah. Buka puasa juga bisa bersama
keluarga setiap hari di rumah. Banyaknya waktu yang kita miliki di rumah seharusnya
juga membuat kita lebih intens mendekatkan diri kepada Allah. Seperti diketahui
bahwa bulan ramadhan merupakan “bulan pengharapan” dimana doa akan diijabah.
Allah menempatkan ayat tentang
pengabulan doa hambaNya di tengah-tengah ayat yang membahas tentang puasa
ramadhan. Surah Al-Baqarah ayat 183 – 187 membahas seputar kewajiban puasa
ramadhan bagi orang yang beriman, dimana pada ayat 186 nya, Allah menyatakan
bahwa “Dia dekat dengan hambaNya dan akan mengabulkan segala permintaan
hambaNya dengan syarat hambanya memenuhi perintahNya dan beriman kepadaNya”.
Hal ini menunjukkan bahwa di bulan ramadhan Allah membuka pintu ijabah
selebar-lebarnya bagi hambaNya yang meminta.
Ketika berdoa maka seorang hamba
sedang berbicara kepada Allah. Sehingga perlu diperhatikan adab dan tatacaranya
dalam berdoa. Sedangkan Allah berbicara kepada hamba melalui Alqur’an. Saat
itulah Allah sedang memberikan nasihat-nasihat kepada hambaNya agar selalu berada
di jalan yang benar. Oleh karena itu harus kita sambut peluang emas ini untuk
dapat berkomunikasi langsung dengan Tuhan serta mendekatkan diri kepadaNya.
Di bulan ini kita juga ditempa
dengan latihan keras (puasa) untuk menghadapi pertandingan sesungguhnya di 11
bulan mendatang. Sejatinya puasa adalah sebuah proses untuk mencapai hasil
akhir menjadi hamba yang muttaqin. Imam Ghazali menjelaskan terdapat 3 level puasa.
Pertama level beginner (shaumul ‘umum) yaitu puasa menahan makan, minum dan
menjaga kemaluan. Ini adalah tingkatan yang paling rendah. Kedua, level intermediate
(shaumul khusus) yaitu selain menahan makan, minum, dan menjaga kemaluan
juga disertai dengan menahan pendengaran, pandangan, ucapan dari segala bentuk
dosa. Ketiga, level advanced (shaumul khususil khusus) yaitu puasanya
hati dan pikiran dari berpaling kepada selain Allah. Ini adalah tingkatan
latihan yang paling berat dan hanya untuk orang pilihan.
Sebelum islam datang, umat-umat
terdahulu juga telah biasa melakukan ritual ibadah ini. Seperti Nabi Daud terkenal
dengan puasa sehari dan berbuka sehari secara kontinyu, kemudian bangsa yahudi
juga berpuasa setiap tanggal 10 Muharram untuk memperingati diselamatkannya
Nabi Musa dari kejaran Fir’aun. Umat Islam sendiri mendapatkan perintah
berpuasa ramadhan pada bulan Sya’ban tahun 2 Hijriyah dengan turunnya surah
Al-Baqarah:183.
Karena puasa ramadhan adalah
sebagai bentuk latihan, maka hasilnya baru dapat dilihat pada bulan-bulan
berikutnya, apakah latihan keras tersebut membuahkan hasil manis.
Jadi sebelum tamu istimewa kita
pergi, ada baiknya kita maksimalkan sisa waktu kebersamaannya dengan perbanyak
doa dan beribadah. Meskipun kita tidak dapat berdekatan dengan orang-orang
diluar sana (social distancing) tetapi kita selalu dapat mendekatkan
diri kepada Sang Khaliq dimanapun kita berada. Kita jadikan momen ramadhan yang
spesial ini sebagai momentum transformasi untuk mengarungi kehidupan normal
baru (new normal) sebagai insan rabbani.
Semoga kita masih dipertemukan dengan tamu agung ini di tahun depan. Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar